Agama dan Posmodernisme



Pada zaman modern, pemahaman akan Tuhan dan aspek-aspek keagamaan dikuasai oleh pihak-pihak yang memiliki dominasi. Akibatnya, penafsiran dan pemahaman akan agama pun merupakan penafsiran dan pemahaman yang tunggal dan univokal. Pemahaman-pemahaman lain di luar arus utama sering dianggap sebagai penafsiran yang bidah dan bahkan sesat. Agama, pada zaman ini, menjadi hal yang dikuasai oleh pihak tertentu.
Sebaliknya, pada era posmodern yaitu suatu era yang dianggap sebagai era setelah zaman modern, penafsiran dan pemahaman akan Tuhan dan aspek keagamaan jauh berubah. Pada era ini, agama dipandang sebagai suatu sarana yang digunakan oleh manusia dalam melakukan hubungan spiritual dengan sesuatu yang dianggap Tuhan. Pada era ini, agama juga dipandang sebagai hasil kebudayaan manusia sehingga pemahaman akan agama pun harus melihat perbedaan dalam latar belakang sosial budaya.
Pada era posmodern, penafsiran agama tidak lagi didominasi oleh satu pihak yang dominan. Agama dapat dimaknai dan ditafsirkan secara berbeda-beda sehingga membuka cara pandang manusia dalam memahami spiritualitasnya. Di era ini, tidak ada lagi dikotomi antara tafsir agama arus utama dan tafsir agama arus tepi. Setiap tafsir dan pemahaman agama memiliki tempatnya sendiri-sendiri.
Oleh sebab itu, metode fenomenologi dianggap sebagai suatu metode yang tepat dalam melakukan analisis agama di dalam era posmodern. Hal ini disebabkan karena agama telah menjadi fenomena sosial dan budaya yang pemahaman akannya pun harus bermula dari fenomena yang menampak kepada pengamat.
Di satu sisi, era posmodern memberikan ruang seluas-luasnya bagi penafsiran dan pemahaman agama. Akan tetapi di sisi lain, penafsiran yang beragam ini bisa bermuara pada relativisme agama. Akibatnya perkembangan dalam analisis ilmu agama (seperti fiqh dalam Islam, atau teologi dalam Kristen) akan mengalami kemandekan. Kemandekan disebabkan tiadanya satu patokan pokok yang bisa dijadikan basis pegangan karena agama kemudian ditempatkan sebagai pemahaman yang sifatnya relatif.
Pemikiran posmodern terkait agama memang memberikan ruang yang besar bagi toleransi keberagamaan tetapi justru mengancam bagi perkembangan ilmu keagamaan.

Komentar