Perbedaan Saya, Hantu, dan Tuhan

Ketika bertanya apakah perbedaan antara “saya”, “hantu”, dan “Tuhan” maka yang pertama harus dilakukan adalah mencari kualitas-kualitas di antara ketiganya yang bisa dibandingkan. Apabila tidak ada kualitas yang bisa diperbandingkan antara “saya”, “hantu”, dan “Tuhan” maka mustahil untuk melakukan perbandingan. Oleh sebab itu, maka hal pertama yang akan dilakukan dalam proses perbandingan untuk mengidentifikasi perbedaan antara “saya”, “hantu”, dan “Tuhan” adalah mencari kualitas antara ketiga oknum tersebut sebagai bahan perbandingan. 
Kualitas pertama yang bisa diperbandingkan antara “saya”, “hantu”, dan “Tuhan” adalah kualitas terkait dengan ke-Ada-annya. “Saya”, “hantu”, dan “Tuhan” sebagai sebuah konsep adalah sesuatu yang Ada. “Saya”, “hantu”, dan “Tuhan” menjadi Ada karena bahasa. Apabila “saya”, “hantu”, dan “Tuhan” adalah sesuatu yang tidak ada maka tidak mungkin ada “saya”, “hantu”, dan “Tuhan”. Hal ini disebabkan karena yang ada tidak mungkin ada secara berasamaan dengan yang tak ada seperti kata Parmenides.
Kualitas ke-Ada-annya ini membawa pada perbandingan berikutnya yaitu kualitas ruang dan waktu. Sebagai sebuah konsep maka “saya”, “hantu”, dan “Tuhan” adalah sama-sama Ada. Tetapi apabila ditilik dari keberadaan dalam ruang dan waktu maka jelas-jelas terdapat pebedaan antara “saya”, “hantu”, dan “Tuhan”. “Saya”, sebagai sebuah individu, terikat pada ruang dan waktu. Konsep “saya” tidak mungkin bisa dipahami apabila saya sebagai individu tidak ada di dalam ruang dan waktu. Saya hanya mungkin dipahami karena keterikatan saya dengan ruang dan waktu. Hal tersebut tidak berlaku bagi “hantu” dan “Tuhan”. Ruang dan waktu tidak diperlukan bagi “hantu” dan “Tuhan”. Pengertian akan “hantu” dan “Tuhan” justru melampaui pengertian dalam ruang dan waktu. Apabila “hantu” dan “Tuhan” dipahami dalam keterikatannya dalam ruang dan waktu maka “hantu” dan “Tuhan” haruslah sesuatu yang berkeluasan atau sesuatu yang menempati materi. Karena hanya materilah yang terikat dalam ruang dan waktu sementara “hantu” dan “Tuhan” jelas-jelas sesuatu hal yang tidak menempati materi.
Kualitas berikutnya yang bisa diperbandingkan antara “saya”, “hantu”, dan “Tuhan” adalah terkait dengan kemampuan untuk memikirkan dirinya sendiri. “Saya” sebagai individu memiliki kemampuan untuk memikirkan diri sendiri, oleh sebab itu “saya” sebagai individu kemudian bisa melakukan refleksi atas diri dan segala hal yang terjadi pada diri tersebut. Sementara “hantu” tidak memiliki kemampuan untuk memikirkan dirinya. “Hantu” hanya berada tetapi “hantu” tidak mampu melakukan refleksi atas dirinya. Sementara “Tuhan” justru tidak perlu memikirkan diri-Nya. “Tuhan” adalah sesuatu hal yang segala atribut ke-Maha-an diberikan pada-Nya. Oleh sebab itu, maka “Tuhan” mencukupi diri-Nya sendiri, berdiri sendiri, dan bergantung pada diri-Nya sendiri. Oleh sebab itu, maka “Tuhan” tidak perlu merefleksikan diri-Nya sendiri karena apabila “Tuhan” masih melakukan refleksi atas diri-Nya maka segala atribut ke-Maha-an yang diberikan pada-Nya menjadi gugur. “Tuhan” menjadi tidak Maha segalanya, apabila “Tuhan” tidak Maha segalanya maka gugurlah “Tuhan” itu sebagi Tuhan. 
Referensi
Palmer, John, "Parmenides", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Summer 2012 Edition), Edward N. Zalta (ed.),
http://plato.stanford.edu/archives/sum2012/entries/parmenides/ Diakses pada 8 September 2015, 11.31
Sachs, Joe, “Aristotle: Metaphysics”, Internet encyclopedia of philosophy,
http://www.iep.utm.edu/aris-met/ Diakses pada 8 September 2015, 11.37

Komentar