Etika Menurut Peter Singer

Apakah yang dimaksud dengan etika? Lalu apakah standar untuk mengatakan bahwa sesuatu hal itu etis dan hal yang lain tidak etis? Menurut Peter Singer, umumnya orang melakukan simplifikasi atau penyederhanaan terhadap etika. Banyak orang berpendapat etika hanya terkait dengan sejumlah larangan terutama yang berkaitan dengan seksualitas. Etika memang terkait dengan seksualitas, tetapi bukan itu inti dari etika. Etika jauh lebih luas daripada hanya seperangkat aturan tentang seks.
Selain itu, etika juga bukan hanya sekedar seperangkat aturan moral yang ideal tetapi tidak realistis untuk dilaksanakan dalam dunia ril. Orang sampai pada kesimpulan ini karena menganggap etika hanya sebagai aturan boleh dan tidak boleh seperti tidak boleh mencuri, tidak boleh membunuh, tidak boleh berbohong. Akibatnya, etika sampai pada kesimpulan bahwa berbohong meskipun bertujuan untuk menyelamatkan nyawa seseorang tetap dianggap sebagai sesuatu hal yang tidak etis. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi penerapan etika dalam dunia praktis. Akibatnya, salah satu aliran etika, yaitu aliran deontologis, yang mempercayai bahwa etika sebagai sistem aturan boleh dan tidak boleh melakukan pendekatan dengan menggunakan sistem hierarki. Suatu aturan tertentu boleh dilanggar apabila dan hanya bila seakan-akan maksim tindakan yang kita lakukan dapat menjadi hukum alam.
Aliran consequentialist memiliki cara pandang yang berbeda dari aliran deontologis. Menurut mereka, etika dimulai dari tujuan bukan dari seperangkat aturan. Penilaian suatu perbuatan sebagai etis atau tidak etis dilihat dari tujuan akhir yang ingin dicapai. Salah satu pandangan dalam aliran consequentialist adalah utilitarian yang menyatakan bahwa suatu perbuatan dianggap etis bila mampu memberikan keuntungan bagi banyak orang. Di sini, jumlah subjek yang terdampak menjadi ukuran etis tidaknya suatu perbuatan.
Peter Singer lebih lanjut menyatakan bahwa etika sepenuhnya independen dari agama. Etika tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Selama ini, agama selalu dijadikan dasar akan standar suatu perbuatan dikatakan etis atau tidak etis. Penganut agama percaya bahwa suatu perbuatan yang dilarang Tuhan adalah perbuatan yang tidak etis dan perbuatan yang diperintahkan Tuhan adalah perbuatan yang etis. Akan tetapi, timbul kesulitan dalam argumen tersebut. Apabila suatu perbuatan dikatakan baik karena diperintahkan Tuhan, maka bagaimana bila Tuhan memerintahkan melakukan penyiksaan misalnya? Jawaban akan pertanyaan ini adalah: Tuhan tidak mungkin memerintahkan melakukan penyiksaan karena penyiksaan adalah perbuatan yang tidak baik. Di sini timbul kesulitan dalam penentuan argumen etis dan tidak etisnya suatu perbuatan. Apabila suatu perbuatan dikatakan baik akibat perintah Tuhan, lalu Tuhan hanya memerintahkan melakukan perbuatan baik lalu apakah definisi perbuatan baik itu sendiri?
Peter Singer juga menolak klaim yang menyatakan bahwa etika bersifat relatif dan subjektif. Apabila etika itu bersifat relatif dan subjektif maka tidak perlu ada perdebatan etis di dalam dunia ini. Apa yang dianggap oleh suatu kelompok sebagai perbuatan etis dan dianggap oleh kelompok lain sebagai perbuatan tidak etis adalah bukan perkara besar. Tetapi pada kenyataannya tidak seperti itu. Selalu ada perdebatan etis terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh kelompok lain yang dianggap hal itu wajar dilakukan oleh kelompok tersebut. Salah satu contohnya perbudakan. Apabila etika adalah suatu hal yang bersifat subjektif dan relatif, maka seharusnya tidak ada permasalahan dengan isu perbudakan meskipun kita tidak menyetujuinya. Karena perbuatan yang tidak kita setujui dianggap sebagai perbuatan yang wajar dan etis bagi kelompok yang mendukung perbudakan.
Jikalau begitu, apa dasar suatu perbuatan dikatakan etis dan perbuatan lain tidak etis? Apa yang menjadi standar etika? Peter Singer berpendapat, reason atau akal budi-lah yang menjadi patokan standar dari etika. Suatu perbuatan harus bisa dipertanggungjawabkan secara logis menggunakan akal budi manusia. Harus ada justifikasi dari setiap perbuatan yang dilakukan.
Akan tetapi, justifikasi reason saja tidak cukup bagi standar etika karena hal ini akan menuju pada subjektivitas dan relativitas etika yang justru ditolak oleh Peter Singer. Menurutnya, setelah menggunakan akal budi sebagai patokan standar etika, ada hal lain yang harus diperhatikan yaitu universalitas dari hasil penilaian reason kita tersebut. Peter Singer berpendapat bahwa etika bersifat universal. Oleh sebab itu, kemampuan hasil penalaran reason kita untuk bisa diterima secara universal adalah landasan utama dari suatu penilaian etis. Itu berarti saat kita melakukan penalaran terhadap suatu perbuatan, kita melampaui subjektivitas kita.
Lebih lanjut, Peter Singer percaya bahwa utilitarian adalah salah satu standar yang bisa digunakan dalam analisis penalaran reason kita terhadap suatu putusan. Ia mengatakan, jika standar etika adalah reason lalu reason kita dibatasi oleh universality dan dilampaui oleh subjektivitas kita, maka salah satu ukuran untuk menyatakan suatu perbuatan itu etis atau tidak adalah dengan melihat dampak maksimal dari putusan tersebut terhadap pihak-pihak yang terdampak. Akan tetapi, dampak putusan maksimal atau best consequences yang dipahami oleh Peter Singer berbeda dengan pemahaman teori utilitarian klasik. Pemahaman teori utilitarian klasik berfokus pada peningkatan kenikmatan (pleasure) dan pengurangan kepedihan (pain) bagi banyak orang pada saat itu, sementara Peter Singer berfokus pada kepentingan lebih lanjut dari pihak-pihak yang terdampak oleh suatu putusan bukan hanya saat itu tetapi juga saat-saat selanjutnya. Di sini terlihat bahwa Peter Singer lebih berperspektif jangka panjang dibandingkan utilitarian klasik yang berfokus jangka pendek.
   
Referensi: Peter Singer, Practical Ethics, 2nd edition, 1993

Komentar

  1. Best Live Casino Sites in India - LuckyClub.live
    1. Live Casino · 2. Bet365 · 3. Parimatch · 4. Microgaming · 5. Play'n Go · 6. NetEnt · 7. Play luckyclub.live N Go · 8. Microgaming.

    BalasHapus

Posting Komentar