Mengenal Komunisme: Agama Sebagai Candu Masyarakat


Komunisme sebagai sebuah ideologi sering kali disalahtafsirkan. Sebagai sebuah ideologi, komunisme sering dianggap berbahaya. Akan tetapi, ada kalanya serangan-serangan yang ditujukan kepada ideologi ini tidak tepat. Hal ini terjadi karena kritik yang dilontarkan itu hanya didasarkan pada prasangka belaka.
Mereka yang melakukan kritik sering kali tidak paham sama sekali terhadap komunisme. Mereka cenderung jatuh pada simplifikasi bahwa komunisme itu jahat dan ateis. Akibatnya kesimpulan bahwa komunisme itu jahat, berbahaya, dan ateis menjadi tidak relevan karena tidak didasarkan pada argumentasi logis dan kritis tapi hanya didasarkan pada prasangka belaka.
Oleh sebab itu, penting sekali mempelajari komunisme dengan menanggalkan segala prasangka. Tujuannya agar kita bisa memahami ideologi ini secara an sich, apa adanya. Sehingga jikalau pun ideologi ini dianggap tidak memiliki kegunaan secara praktis dan buruk, maka kritik dan penolakan terhadapnya pun bisa dilakukan secara bertanggung jawab.
Sebagai sebuah ideologi, komunisme memiliki berbagai macam argumen yang mendasari fondasi bangunannya. Akan tetapi, secara garis besar komunisme berbicara mengenai ekonomi politik sebagai dasar bagi perubahan sosial masyarakat. Di dalam komunisme dikenal dua bangunan utama yang menjadi fondasi struktur masyarakat yaitu suprastruktur (bangunan atas atau uberbau) dan infrastruktur (bangunan bawah atau basis).
Bangunan atas terdiri dari agama, negara, dan ideologi. Sedangkan bangunan bawah terdiri dari struktur kekuasaan ekonomis dimana terdapat hubungan produksi material dari kelas yang saling bertentangan yaitu buruh dan majikan. Untuk mengubah keadaan sosial maka, menurut komunisme, yang harus diubah adalah bangunan bawah (basis) yaitu perubahan struktur kekuasaan ekonomi kapitalis ke struktur kekuasaan ekonomi sosialis komunis. Apabila bangunan bawah (basis) ini telah berubah, maka niscaya bangunan atas (uberbau) pun akan ikut berubah.
Perubahan bangunan bawah (basis) ini dilakukan melalui perjuangan kelas, yaitu pertentangan (konflik) antara dua kelompok yang bertentangan dalam relasi struktur ekonomi yaitu buruh dan majikan. Perjuangan kelas ini bisa dimulai apabila telah munculnya kesadaran kelas, yaitu suatu kondisi dimana para buruh menyadari ketertindasannya sebagai objek penghisapan para majikan yang memiliki alat-alat produksi.
Akan tetapi, para majikan selalu berusaha agar para buruh ini tidak memiliki kesadaran kelas yang akan berujung pada perjuangan kelas dan perubahan relasi ekonomi. Para majikan selalu berusaha meninabobokan para buruh untuk melanggengkan relasi ekonomi yang menguntungkan mereka dan menghisap para buruh. Salah satu cara meninabobokan para buruh ini adalah dengan agama. Dari sinilah kritik terhadap agama muncul dan ungkapan agama sebagai candu masyarakat bermula.
Agama Sebagai Candu Masyarakat
Kritik Karl Marx (sebagai ‘pendiri’ komunisme) terhadap agama sebagai penghambat bagi kesadaran kelas didasari dari pemikiran Feuerbach. Feuerbach mengatakan bahwa perkara-perkara rohani (agama) itu sebenarnya tidak nyata dan hanya berada dalam alam pikiran. Tuhan tak lain dari ciptaan manusia belaka.
Manusia memandang dirinya sebagai makhluk yang tidak sempurna dan lemah, kemudian ia memproyeksikan dirinya tersebut ke dalam sosok Tuhan yang memiliki sifat yang lain sekali dengan manusia. Apabila manusia tidak sempurna, maka Tuhan mahasempurna. Apabila manusia lemah, maka Tuhan mahakuat. Oleh sebab itu, Tuhan tidak lain hanya proyeksi (gambaran) manusia itu sendiri. Maka Tuhan pun sering disifati sebagai sama dengan manusia (antropomorfis), hanya saja sifatnya tersebut ‘Maha’. Tuhan dianggap memiliki kehendak, sama dengan manusia. Tuhan dianggap memiliki keinginan, sama dengan manusia. Secara ringkas, Tuhan adalah pantulan manusia itu sendiri yang sedang mencari seorang sosok manusia super di dalam kenyataan fantasi surgaloka. Dan Tuhan tidak lain dari sosok ‘manusia super’ itu sendiri.
Akan tetapi, Feuerbach tidak menjelaskan mengapa manusia harus lari ke alam fantasi dan menciptakan Tuhan sebagai proyeksi dirinya? Lalu bagaimana mengatasi keterasingan manusia dalam agama? Di sinilah Marx berperan.
Menurut Marx, alasan mengapa manusia lari ke dalam alam fantasi agama terjadi karena keadaan miskin masyarakat yang menciptakan suasana represif terhadap manusia. Kemiskinan (akibat kapitalisme) membuat manusia tidak bisa mengembangkan dirinya. Oleh sebab ketertekanan hidup inilah, manusia kemudian lari ke dalam dunia khayalan (scheinwelt), alam surga dimana Tuhan berada. Menurut Marx, agama adalah keluh kesah makhluk yang tertekan, perasaan dari dunia yang tak berhati... Masyarakat ini menciptakan agama. Dengan agama manusia bisa melarikan diri dari keadaannya yang miskin.
Hanya saja agama kemudian meninabobokan masyarakat lewat khayalan surgawi. Kemiskinan yang dialami dianggap sebagai takdir dan atau ujian, yang apabila dihadapi dengan tabah maka akan memperoleh imbalan surga dan pahala. Agama membuat kondisi buruk masyarakat seolah-olah merupakan kehendak Tuhan, bukan akibat ketidakadilan dalam relasi ekonomi kapitalis yang menghisap.
Alih-alih berjuang mengubah nasibnya, manusia kemudian terjerembab ke dalam ritus-ritus dan doa-doa mengharapkan belas kasihan Tuhan. Agama menjadi candu bagi masyarakat. Agama tidak bersifat emansipatoris yang mampu membebaskan manusia dari keadaan miskinnya. Agama meninabobokan orang lewat khayalan surgawi. Seperti candu, agama membuat orang terlena dalam fantasi. Candu (dalam hal ini analogi untuk agama) diberikan oleh kelas kapitalis kepada kelas buruh untuk melanggengkan kekuasaannya. Sehingga kelas buruh menjadi tidak sadar akan kondisi ketertindasannya karena menganggapnya sebagai nasib dan takdir. Apabila kesadaran kelas ini tidak timbul, maka mustahil perjuangan kelas juga bisa terlaksana. Apabila perjuangan kelas tidak terlaksana, maka mustahil timbul perubahan sosial.
Agama akan menghambat munculnya kesadaran kelas yang akan menimbulkan perjuangan kelas yang berujung pada perubahan bangunan bawah (basis) struktur masyarakat. Marx berpendapat, bangunan bawahlah (basis) yang perlu untuk diubah. Perubahan bangunan bawah ini akan otomatis menyebabkan perubahan pada bangunan atas (uberbau) struktur masyarakat.
Oleh sebab itu, menurut Marx, apabila masyarakat sudah mencapai kondisi yang makmur dan sejahtera secara merata di dalam suatu masyarakat komunis maka agama akan hialng dengan sendirinya. Hal ini dikarenakan masyarakat komunis memungkinakan semua manusia mengembangkan dirinya dan tidak mengizinkan adanya penghisapan manusia yang satu terhadap manusia lainnya di dalam relasi ekonomi.
Kritik agama Marx ini sebenarnya tidak menyerang esensi agama itu sendiri. Marx justru menyerang praktik-praktik keberagamaan manusia. Marx menyerang kemandulan agama yang tidak mampu membebaskan manusia dari kondisinya yang buruk.
Apabila dicermati secara seksama, kritik Marx terhadap agama ini ada benarnya dan bahkan masih relevan hingga saat ini. Agama cenderung menjadi candu. Agama menuntut kepatuhan total terhadap dogma dan ajarannya. Tetapi pada saat yang sama agama tidak mampu memperbaiki kondisi buruk masyarakat.
Perilaku beragama kemudian hanya menjadi ritus belaka. Ajaran-ajaran dan etika agama tidak dijalankan dalam kehidupan praktis. Akibatnya agama tidak membebaskan malah sering dianggap membelenggu dan melanggengkan status quo masyarakat yang buruk.

Daftar Pustaka:
Boangmanalau, Singkop Boas. (2008). Marx, Dostoievsky, Nietzsche: Menggugat Teodisi dan Merekonstruksi Antropodisi. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Elster, Jon. (2000). Karl Marx: Marxisme-Analisis Kritis. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.
Ramly, Andi Muawiyah. (2009). Peta Pemikiran Karl Marx: Materialisme Dialektis dan Materlisme Historis. Yogyakarta: LKIS.
Tjahjadi, SP. Lili. (2010). Karl Marx dan Masalah Agama sebagai Opium. Bahan kuliah Extension Course Filsafat STF Driyarkara Jakarta. Semester Genap 2009-2010.

Komentar

  1. benar, saya pun melihat a demikian,bny a masyarakat kita yg tdk memahami komunisme secara tepat,saling bertentangan antara para tokoh komunis yg agamis,seperti tan malaka dll, dng ateisme

    BalasHapus
  2. Agama Yang mana dikritik oleh marx???? manusia tanapa iman = kacau balau. pendapat marx ini hanya membuka jalan baru menuju kapitalisme dan hedonisme.

    BalasHapus
  3. marx telah meratakan pandangannya berdasarkan keadaan idialis yang dilihatnya secara kasat mata, yaitu keadaan individu secara sosial. pandangan seperti ini muncul di sebabkan karena protes melihat keadaan yang terjadi yang tidak sesuai dgn apa yang diinginkanya. seperti jika kita melihat orang yang malang hidupnya di dunia, maka yang di salahkan adalah hal hal yang sifatnya irasional. kita ketahui sebelumnya marx sudah mempunyai keyakinan dan di dalam pikirannya sudah pernah percaya adanya Tuhan. jadi apa yang dilihatnya menjadikan dia berpikiran untuk menyalahkan Tuhan.Hal tsb mungkin akan lain pemikirannya jika sebelumnya dia memang tidak pernah beragama. Pelampiasan pemikiran secara kebetulan adalah keadaan pada waktu itu,, dimana kaum buruh tertindas oleh kaum kapitalis yang dituduhnya sebagai penabur keyakinan para kaum tertindas. kekuatan dgn kesadaran inilah yang dipercaya oleh marx sebagai kekuatan yg mampu merubah keadaan. kekuatan emosional yang terlepas dari tali keyakinan ibarat seekor banteng marah yang terlepas dari tali kekangnya. pemikiran marx yang hanya bertujuan untuk mencapai kekuasaan di dunia dgn memanfaatkan orang orang tertindas yang lepas dari keyakinan.

    BalasHapus
  4. marx telah meratakan pandangannya berdasarkan keadaan idialis yang dilihatnya secara kasat mata, yaitu keadaan individu secara sosial. pandangan seperti ini muncul di sebabkan karena protes melihat keadaan yang terjadi yang tidak sesuai dgn apa yang diinginkanya. seperti jika kita melihat orang yang malang hidupnya di dunia, maka yang di salahkan adalah hal hal yang sifatnya irasional. kita ketahui sebelumnya marx sudah mempunyai keyakinan dan di dalam pikirannya sudah pernah percaya adanya Tuhan. jadi apa yang dilihatnya menjadikan dia berpikiran untuk menyalahkan Tuhan.Hal tsb mungkin akan lain pemikirannya jika sebelumnya dia memang tidak pernah beragama. Pelampiasan pemikiran secara kebetulan adalah keadaan pada waktu itu,, dimana kaum buruh tertindas oleh kaum kapitalis yang dituduhnya sebagai penabur keyakinan para kaum tertindas. kekuatan dgn kesadaran inilah yang dipercaya oleh marx sebagai kekuatan yg mampu merubah keadaan. kekuatan emosional yang terlepas dari tali keyakinan ibarat seekor banteng marah yang terlepas dari tali kekangnya. pemikiran marx yang hanya bertujuan untuk mencapai kekuasaan di dunia dgn memanfaatkan orang orang tertindas yang lepas dari keyakinan.

    BalasHapus
  5. mungkin jalan pikiran marx terinpirasi dari pertandingan matador. hahaha

    BalasHapus
  6. mungkin jalan pikiran marx terinpirasi dari pertandingan matador. hahaha

    BalasHapus
  7. mungkin jalan pikiran marx terinpirasi dari pertandingan matador. hahaha

    BalasHapus
  8. mungkin jalan pikiran marx terinpirasi dari pertandingan matador. hahaha

    BalasHapus

Posting Komentar