Perdana Menteri Homoseksual Pertama di Dunia

Sebuah sejarah telah ditorehkan di Islandia dan bahkan di dunia. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Islandia, seorang perempuan berhasil menjadi seorang perdana menteri yang berhak menyusun kabinet, mengepalai pemerintahan, dan menjalankan roda pemerintahan sehari-hari. Selain sebagai seorang perempuan, sang perdana menteri adalah seorang homoseksual.
Ia adalah Johanna Sigurdardottir. Ia seorang perempuan berusia 66 tahun. Ia terpilih sebagai perdana menteri sementara pada bulan Februari 2009 dan akan memimpin pemerintahan di Islandia sampai terselenggaranya pemilihan umum di bulan Mei 2009.
Johanna Sigurdardottir, named as Iceland's prime minister on Sunday, is the first openly lesbian head of government in Europe, if not the world - at least in modern times (BBC). Kantor berita BBC Inggris menyatakan bahwa peristiwa terpilihnya Johanna Sigurdardottir sebagai perdana menteri lesbian pertama di Eropa bahkan di dunia adalah sebuah peristiwa yang mengukuhkan persamaan hak tanpa membedakan orientasi seksual.
Masyarakat Islandia sendiri tidak mempermasalahkan orientasi seksual Johanna Sigurdardottir. "I don't think her sexual orientation matters. Our voters are pretty liberal, they don't care about any of that," seperti diungkapkan sekretaris jenderal partai tempat Sigurdardottir bernaung. Hasil jajak pendapat masyarakat Islandia pun menunjukkan bahwa 78% dari responden manyatakan puas terhadap kinerja Sigurdadottir. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Islandia merupakan masyarakat yang liberal.
Negara-negara Eropa Barat memang bersifat lebih liberal jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa Timur. Seperti diungkapkan oleh Juris Lavrikovs dari The International Lesbian and Gay Association (ILGA). Menurutnya ada perbedaan besar yang memisahkan negara-negara Eropa Timur dengan Eropa Barat. Perbedaan ini disebabkan banyak negara-negara Eropa Timur (yang kebanyakan negara ekskomunis) terputus hubungannya dengan Eropa Barat selama era Soviet. Sehingga perubahan sosial yang terjadi di Eropa Timur lebih lambat jika dibandingkan dengan di Eropa Barat. Akan tetapi, bukan berarti bahwa negara-negara Eropa Timur tidak toleran terhadap perbedaan orientasi seksual seseorang, hanya saja proses untuk menuju ke sana membutuhkan waktu. Bahkan proses tersebut mulai berjalan dengan baik. Ini dibuktikan dengan kasus yang terjadi di Latvia (salah satu negara pecahan Soviet). Di Latvia partai politik mulai melirik golongan homoseksual sebagai target mereka untuk mendulang suara.
Sebelum Sigurdardottir, ada beberapa politikus di Eropa yang telah membuka diri dan menyatakan dengan tegas orientasi seksual mereka yang homoseksual. Beberapa di antaranya adalah: Roger Karoutchi seorang menteri di Perancis dan Matthew Parris anggota Parlemen dari Partai Konservatif di Inggris. Ini menunjukkan bahwa di Eropa, orientasi seksual tidak menjadi masalah yang terlalu dipersoalkan. Umumnya masyarakat lebih menilai kinerja para politikus tersebut ketimbang mengurusi hal-hal yang dianggap sebagai urusan pribadi seseorang. Koran BBC bahkan mengungkapkan bahwa terpilihnya Sigurdardottir adalah kemenangan bukan hanya bagi golongan perempuan dan homoseksual, tetapi adalah juga kemenangan bagi semua. Kemenangan bagi dunia yang lebih toleran dalam menyikapi setiap perbedaan.

10 Januari 2010
Irfan Syaebani

Komentar