Feuerbach: Teologi dan Antropologi (Tinjauan Mengenai Ateisme)

Ludwig Feuerbach adalah seorang filsuf Jerman yang banyak memberi inspirasi pada pemikir-pemikir seperti Nietzsche, Freud, Kierkegaard dan tentu saja Karl Marx. Sebagai seorang filsuf, ia dikenal sangat radikal dengan menyerang kristianitas. Bukunya yang berjudul ‘Essence of Christianity’ berisi kritik-kritik kerasnya terhadap teologi kristiani yang menurutnya telah mengasingkan manusia dari esensinya. Setelah Feuerbach, tema seputar Tuhan dan alienasi menjadi favorit para filsuf maupun teolog yang membelot jadi filsuf.

Pemikiran Feuerbach bisa diringkas dalam satu kalimat tesis: Teologi adalah Antropologi. Tesis tersebut hendak mengatakan bahwa ketika manusia membicarakan tentang realitas ketuhanan, sesungguhnya ia sedang membicarakan tentang dirinya sendiri; tidak ada perbedaan antara kualitas-kualitas tuhan dengan hakikat manusia. Mengapa Feuerbach sampai mengeluarkan tesis seradikal itu hingga rela menanggalkan titel Profesornya dan hidup sebagai filsuf swasta? Untuk menjawab pertanyaan itu, pertama-tama marilah kita tinjau gagasannya tentang manusia.

Menurut Feuerbach, manusia bukan apa-apa tanpa objek. Dalam objek yang ia kontemplasikan, manusia menjadi mengenali dirinya, kesadaran tentang objek adalah kesadaran diri manusia. Kita mengenal manusia lewat objek, lewat konsepsinya tentang apa yang eksternal darinya. Objek adalah manifestasi hakikat manusia, sehingga di dalamnya hakikat manusia menjadi gamblang. Karena itu, kekuatan objek atasnya merupakan kekuatan hakikatnya sendiri. Kekuatan objek dari perasaan, intelek, dan kehendak adalah kekuatan perasaan, intelek dan kehendak itu sendiri. Manusia yang terpengaruh oleh suara musik ditentukan oleh perasaan, yaitu perasaan yang menemukan korespondensinya pada suara musik. Tetapi, suara musik yang menguasai perasaan manusia bukan suara musik sebagaimana adanya, melainkan hanya suara musik yang dihinggapi makna dan emosi. Perasaan hanya bereaksi oleh apa-apa yang menyampaikan perasaan-perasaan, yaitu dirinya sendiri, hakikatnya sendiri.

Berangkat dari konsepsinya tentang manusia, Feuerbach menganalisis fenomena religiositas. Religiositas merupakan kesadaran manusia akan personal tuhan yang sempurna dan tak terbatas. Berdasarkan filsafat manusianya, objek kesadaran religius manusia adalah sama dengan kesadaran dirinya. Objek religius berada di dalam diri manusia, oleh karenanya sangat intim dan dekat kepada manusianya. Hal ini mengingatkan saya pada perkataan Santo Agustinus bahwa tuhan lebih dekat dan lebih terkait, sehingga lebih mudah diketahui manusia daripada benda-benda fisikal.

Objek kesadaran religius adalah objek yang paling sempurna, oleh karenanya mengandaikan suatu diskriminasi antara ilahi dan nonilahi, suci dan dosa, kekuatan dan kelemahan. Karena menurut Feuerbach objek kesadaran manusia adalah hakikat manusia itu sendiri, maka kesadaran manusia tentang yang ilahi, suci dan kuat sesungguhnya adalah kesadaran dirinya sendiri. Namun, semua itu dirusak oleh kemunculan agama formal-monoteis yang memisahkan antara tuhan dan manusia dengan menarik garis demarkasi antara keduanya; tuhan tidak terbatas-manusia terbatas, tuhan suci-manusia berdosa, tuhan kuat-manusia lemah dan sebagainya. Gara-gara agama formal-monoteislah manusia pertama-tama memandang hakikatnya seolah-olah berada di luar dirinya sebelum menemukannya dalam dirinya. Hakikatnya sendiri oleh manusia dikontemplasikan sebagai wujud yang berbeda. Oleh karenanya, Feuerbach memandang agama mengasingkan manusia dari kemanusiaan. Sebuah alienasi yang akan terselesaikan tatkala manusia menyadari bahwa tuhan yang selama ini disembah dan dikontemplasikan sebagai kenyataan eksternal tak lain dan tak bukan adalah hakikatnya sendiri.

Tuhan agama formal-monoteis adalah gambaran manusia, bukan tuhan itu sendiri. Tuhan digambarkan secara antropomorfis seperti penghukum, ayah umat manusia, sang suci, sang adil, sang baik dan pengasih. Kesemuanya itu sesungguhnya merupakan hakikat manusia yang dipersepsi sebagai sesuatu yang eksternal dari manusia. Logika agama adalah oposisi biner; untuk mengaktifkan manusia, harus diciptakan oposisi positifnya. Artinya, untuk mematok manusia sebagai wujud berdosa maka harus diciptakan oposisinya berupa wujud suci. Logika tersebut mengakibatkan antara tuhan dan manusia berbanding terbalik: semakin manusia memperkaya tuhan dengan segala atribut kesempurnaan, semakin miskinlah ia; semakin manusia memuliakan tuhan semakin tidak mulialah ia.
Manusia menolak pada dirinya apa yang ia atributkan pada tuhan. Agama telah mendepresiasi manusia dengan melemparkan hakikatnya ke luar untuk disembah dan di kontemplasikan. Susana alienasi tersebut, menurut Feuerbach, hanya bisa diatasi tatkala agama dihilangkan dari muka bumi, sehingga manusia bisa menarik kembali hakikatnya utnuk direalisasikan.

(Donny Gahral Adian dari Percik Pemikiran Kontemporer)

Ini merupakan kritik terhadap teologi agama yang oleh Feuerbach dianggap telah ‘tidak memanusiakan manusia’. Menurutnya tuhan adalah cerminan dari hakikat manusia itu sendiri. Pada intinya Feuerbach mengatakan bahwa tuhan adalah imaji manusia. Tuhan muncul dari pikiran manusia. Menurut Feuerbach ‘objek kesadaran manusia adalah hakikat manusia itu sendiri, maka kesadaran manusia tentang yang ilahi, suci dan kuat sesungguhnya adalah kesadaran dirinya sendiri’. Dan agama telah merusaknya dengan menciptakan batasan yang kaku antara tuhan dan manusia. Padahal hakikat tentang ketuhanan ada di dalam diri manusia itu sendiri dan agama justru telah mengakibatkan hakikat ketuhahan itu ada di luar eksternal manusia.

Anda setuju??
Untuk lebih jelas silahkan baca bukunya. Cover bukunya seperti diatas, selamat berpikir!

Komentar