Metafisika Keindahan
Suatu
ketika saya melihat lukisan Monalisa karya Leonardo Da Vinci yang terkenal itu.
Di saat saya melihat lukisan tersebut, kemudian timbul pertanyaan saya: Apakah
lukisan Monalisa adalah lukisan yang indah? Jikalau lukisan Monalisa itu indah,
di manakah letak keindahannya? Jikalau tidak indah mengapa lukisan itu menjadi
begitu terkenal dan dianggap sebagai masterpiece
Da Vinci yang tentu mengasumsikan ada unsur keindahan dalam lukisan tersebut?
Pertanyaan
di atas adalah salah satu pertanyaan yang muncul dalam debat metafisika. Di
dalam metafisika, manusia mencoba menelisik lebih dalam dari segala sesuatu
guna mencari tahu hakikat atau substansi yang tersembunyi dibalik penampakan
“fisik” suatu hal. Di dalam hal ini termasuk hal berkaitan dengan keindahan.
Apakah keindahan itu sesuatu yang objektif ataukah sesuatu yang subjektif?
Apakah keindahan itu Ada atau hanya konstruksi pikiran semata?
Pertanyaan
terkait; Apakah lukisan Monalisa adalah lukisan yang indah, dijawab secara
beragam oleh para filsuf yang bisa dikategorikan ke dalam 3 aliran utama;
idealisme, realisme, dan nominalisme. Aliran pertama adalah aliran idealisme.
Menurut aliran ini, konsep keindahan terletak dalam idea manusia. Apa yang tampak kepada manusia sebagai keindahan
adalah hanya perwujudan dari idea keindahan.
Perwujudan idea keindaham itu bisa
bermacam bentuknya, tetapi konsep atau idea
keindahan itu sendiri adalah satu adanya.
Idealism is the triumph
of the subjectivity of the idea, entirely contingent upon and isolated within
individual mind which it inhibits, over the objectivity of thought and other
objects, which are cognition-independent but which are at the same time
available to all as shared property (Humphries, 2001)
Menurut
Humphries (2001), idealisme adalah puncak subjektivitas idea yang sepenuhnya berada dalam alam pikir manusia. Idea melampaui objektivitas pikiran dan
objek-objek sehingga sepenuhnya bebas dari subjektivitas manusia itu sendiri
dan pada saat yang bersamaan idea ini
dimiliki secara bersama oleh orang-orang lain.
Merujuk
pada masalah keindahan, menurut para idealis keindahan adalah konsep atau idea yang ada dalam alam pikir manusia (mind). Tetapi meskipun berada dalam alam
pikir manusia idea keindahan itu
bebas dari subjektivitas manusia dan pada saat yang sama konsep atau idea keindahan juga adalah idea yang dibagi/dimiliki bersama
manusia lain. Jadi yang dimaksud dengan idea
keindahan antara saya dan orang lain adalah sama. Sehingga apabila bertanya
apakah lukisan Monalisa itu indah atau tidak, saya dan orang lain memiliki idea keindahan yang sama dalam alam
pikir masing-masing yang bebas dari subjektivitas dan objek lukisan Monalisa
itu sendiri. Tetapi apabila dilanjutkan dengan pertanyaan di manakah letak
keindahan lukisan Monalisa, antara saya dengan orang lain bisa saja berbeda.
Karena idea keindahan bisa mewujud
secara berbeda dalam forma atau
bentuk yang berbeda-beda.
Aliran
kedua adalah aliran realisme. Menurut aliran ini, keindahan adalah sesuatu hal
yang nyata dan independen dari alam pikiran manusia. Keindahan ada dalam
realitas. Ini berarti keindahan sifatnya universal karena keindahan itu sesuatu
hal yang nyata dan bukan hanya ada dalam alam pikir manusia.
The
analogy is what figured when I said Realists posit that just as we sometimes have,
say, headache experiences and visual experiences of blueness, so too we sometimes
have experiences of understanding (Dodd, 2014)
Menurut
Dodd (2014) seorang realis yang mengalami sakit kepala maka pengalaman sakit
kepalanya itu adalah hal yang nyata. Manusia mengalami untuk memahami.
Pengalaman sakit kepala adalah pengalaman yang sifatnya universal. Oleh sebab
itu, apabila ditanya apakah lukisan Monalisa itu indah, maka menurut para
realis indah atau tidaknya lukisan Monalisa adalah suatu hal yang nyata dan
dialami oleh manusia. Lukisan Monalisa yang menurut banyak orang dianggap
indah, maka memang pada kenyataannya lukisan itu indah. Pemahaman bahwa lukisan
Monalisa itu indah diperoleh melalui pengalaman dan keindahan itu sendiri sudah
ada di dalam alam kenyataan. Oleh sebab itu, menurut Homer et al (2001)
realisme memandang bahwa suatu konsep itu memiliki referensinya di alam nyata.
Konsep adalah intrinsic properties of the
objects. Sehingga lukisan Monalisa dikatan indah karena memang ada
referensi di alam nyata terkait dengan keindahan itu sendiri. Dan manusia
mengetahui konsep keindahan tersebut melalui pengalamannya.
Aliran
ketiga adalah aliran nominalisme. Aliran ini berpendapat bahwa konsep keindahan
adalah sesuatu hal yang sifatnya subjektif dan tidak ada referensinya dalam
alam nyata. Suatu konsep hanyalah konstruksi pikiran manusia yang didasarkan
pada konsensus sosial (Homer et al, 2001). Ini berarti bahwa yang dimaksud
dengan keindahan hanyalah kesepatakan belaka antara sesama manusia dan konsep
keindahan itu sendiri sebenarnya tidak pernah ada.
Lukisan
Monalisa dikatakan indah hanya karena semua manusia bersepakat bahwa keindahan
suatu lukisan terdapat di dalam Monalisa. Apabila suatu ketika manusia
bersepakat bahwa lukisan Monalisa tidak indah maka bisa saja terjadi. Oleh
sebab itu menurut aliran nominalisme suatu konsep itu tidak bersifat universal
tetapi partikular dan kontekstual. Semua konsep terbentuk di dalam benak
manusia dan bersifat subjektif serta tidak memiliki referensinya di dalam alam
nyata. Aliran ini bahkan lebih jauh menolak alam nyata itu sendiri. Menurut
aliran nominalisme apa yang selama ini kita sebut sebagai kenyataan hanyalah
konstruksi pikiran kita semata.
Kesimpulannya,
konsep keindahan bisa dipahami dan dimaknai secara berbeda tergantung
aliran-aliran filsafat. Menurut realisme, keindahan adalah suatu idea yang tunggal di alam pikiran
manusia (mind). Substansi keindahan
adalah sama tetapi bentuk atau forma-nya
bisa berbeda.
Apabila
mangacu pada aliran realisme, keindahan adalah sesuatu hal yang memiliki
referensinya di dalam alam nyata. Oleh sebab itu, keindahan adalah suatu hal
yang bersifat universal. Sedangkan aliran nominalisme menganggap bahwa
keindahan hanyalah kesepakatan sosial belaka. Keindahan tidak memiliki
referensinya di dalam alam, sehingga konsep keindahan bukanlah konsep yang
sifatnya universal tetapi partikular.
Akhirnya, jawaban terhadap pertanyaan; Apakah lukisan Monalisa adalah lukisan yang indah, bisa dijawab dengan jawaban beraneka rupa.
Akhirnya, jawaban terhadap pertanyaan; Apakah lukisan Monalisa adalah lukisan yang indah, bisa dijawab dengan jawaban beraneka rupa.
Referensi:
Dodd, J. (2014). Realism and
anti-realism about experiences of understanding. Philosophical Studies, 168, p. 745-767.
Humphries, R. (2001). The ideal
idealism. Philosophy Today, 45(2), p.
193-207.
Homer, B. D., Brockmeier, J.,
Kamawar, D., & Olson, D. (2001). Between realism and nominalism: learning
to think about names and words. Genetic,
Social, and General Psychology Monographs, 127(1), p. 5-25.
Komentar
Posting Komentar